Vita Masli's Blog

Blog about Traveling, Beauty, Gadget Review, Tips Blogging and Entertainment

  • Home
  • About Me
  • Contact
  • Features
    • Lifestyle
    • Review
      • Beauty
      • Technology
      • Traveling
      • Kuliner
      • Movies
    • Keuangan
    • Music
  • Achievement

Sejak tahun 2022, keinginan pengen traveling mulai bergejolak. Maklum, dua tahun dengan banyak aturan dan batas-batas yang tidak boleh dilanggar gara-gara pandemi itu memang bikin gak tahan. Aku tuh pengen yang bener-bener traveling, gitu loh! Mengeksplore tempat, kuliner, budaya dan berinteraksi dengan orang lokal. Itu arti traveling yang sesungguhnya buat aku. 

Tidak hanya sekedar datang ke tempat yang sering didatangi turis, foto-foto, makan-makan, foto-foto lagi, rekam video lalu pulang kembali ke Indonesia. Aku tuh ke suatu daerah, pengen tahu banyak, pengen ngerasain pengalaman yang tidak atau jarang dirasakan oleh orang lain. 

Makanya Aku tuh kalau traveling sering males ikut tur-tur gitu. Ikutan tur itu sebenarnya gak salah sih, karena sudah terorganisir itinerary mau kemana aja, waktunya, makannya, tempat nginapnya. Pokoknya istilahnya, kita tinggal angkat koper aja. Tapi kalau aku pikir-pikir lagi, traveling mandiri itu malah lebih seru! Serunya di mana? Sini aku kasi tahu... 

Traveling Cara Aku : Traveling Mandiri Live My Way! 

Sebelumnya aku disclaimer dulu, ini tidak untuk mendiskreditkan teman-teman yang lebih nyaman traveling dengan menggunakan travel agent. Aku cuma berbagi pengalaman keseruan aku aja, selama traveling mandiri ( tanpa travel agent). 

1. Bebas Menentukan Itinerary 

Salah satu hal yang paling penting buat aku adalah aku bisa menentukan itinerary perjalanan.  Mau ke mana aja dan durasinya berapa lama di tempat itu. Terkadang ada beberapa tempat yang menurut aku tuh kurang menarik, meskipun itu dikunjungi banyak turis.  

Alih alih ke pulau Nami, Aku malah memasukkan kota Songdo ke dalam itineraryku. Gak banyak turis  yang tahu kota ini. Kota Songdo adalah 'Smart City' Korea Selatan yang  letaknya sekitar 1,5 jam naik kereta dari Seoul. Kotanya ditata sebagai kota high technology tanpa melupakan unsur alam. Disini terdapat Songdo Central Park yaitu taman kota yang mengambil konsep Central Park New York. 

Central Park Songdo

Tau dong The Triplets Daehan-Minguk-Manse yang sempat ngehits sering maen ke Songdo Central Park? Nah, Songdo Central Park ini selain tidak jauh dari apartemen mereka dan juga family friendly location banget. Selain jadi tempat syuting 'The Return of Superman', Songdo Central Park ini seringkali dijadikan lokasi syuting beberapa drama Korea, khususnya area jembatan ini. 

Aku tuh sering senyum senyum sendiri aja kalau nonton drama Korea yang ceritanya berlokasi di Seoul, terus tiba-tiba ada adegan lari-larian di jembatan ini. Gila! Jauh ya larinya! Dari Seoul ke Songdo, hehehe.. 

Nah, coba kalau aku ikut tour traveling gitu, aku mungkin gak tahu ada tempat yang menarik seperti kota Songdo ini. Ya kan? 

Selain itu, karena aku dan temanku kerja di Lembaga Penyiaran Publik, maka kami pun penasaran dengan LPP (Televisi dan Radio Pemerintah) di Korea. Mampir lah kami ke gedung KBS di Yeoido dan area DMC ( Digital Media City) di kawasan Sangam-dong. Kalau kamu nonton Reborn Rich pasti tahu dong di salah satu episodenya dibahas pembangunan kawasan DMC ini sampai kemudian ada  stasiun penyiaran MBC, SBS, tvN, Mnet, Jtbc dan jaringan televisi berlangganan lainnya. 

Simulasi Siaran TV di KBS TV

Kalau gak traveling mandiri dan susun itinerary sendiri, kayaknya gak bakal tahu duluan aku tentang tempat-tempat itu, gaes! 

2. Bebas Mengeksplore Tempat yang Dikunjungi

Ada kalanya ketika ikut tour travel, kita harus terburu-buru berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Tidak sempat menikmati suasana. Ada kalanya pula kita gak begitu sreg dengan lokasinya, pengen segera ke lokasi berikutnya tapi kok masih harus nungguin teman seperjalanan. Ini yang kadang-kadang bikin aku bete. Padahal liburan itu harusnya bisa dinikmati, kan ya?

Enaknya traveling mandiri, aku bisa menyesuaikan durasi kunjungan aku ke satu tempat. Salah satu contoh ketika mengunjungi Gyeongbokgung Palace. Istana Raja Korea jaman Joseon ini serius luas banget! Bayangkan dari istananya, rumah raja, rumah ratu, rumah selir kelas pertama, kedua, ketiga, rumah ibunya raja, rumah pangeran, rumah istri pangeran, rumah saudara-saudaranya pangeran. Pokoknya jadi bisa ngebayangin gimana capenya ibunda ratu di Under The Queen's Umbrella lari-larian dari satu bangunan ke bangunan lain demi mengumpulkan anak-anaknya. 

Under The Queen's Umbrella Palace

Aku dan teman masuk mulai pukul 1 siang, keluar pukul 5 sore. Itu juga karena ingat batas waktu penyewaan Hanbok. Padahal masih ada beberapa bangunan dan taman yang tidak kami datangi. 

3. Lebih Banyak Tahu Informasi 

Saat menyusun itineray, tentu saja aku harus punya banyak referensi. Entah itu dari tulisan di blog, video di vlog, tiktok atau IG dan buku. Termasuk juga informasi-informasi yang ada di tempat wisata. Berhubung gak pake tour guide, jadi harus lebih banyak cari tahu informasi. Alhamdulillahnya sih, di tempat-tempat wisata sudah dilengkapi dengan papan informasi. Bahasa utamanya memang bahasa Korea dengan huruf Hangeul, tapi biasanya dilengkapi dengan bahasa Inggris, Bahasa Jepang dan Mandarin. 

Taman di Belakang Istana Ratu

Biasanya juga di spot spot wisata yang besar, ada semacam petugas guidenya juga kok, gaes! Tentu saja ini berbayar. Tapi kalau aku lebih sering jalan sendiri aja, googling di internet aja. Malah waktu di Gyeongbukgung Palace aku jadi 'pendengar setia' dari rombongan tour yang kebetulan berada di tempat yang sama denganku saat itu. Untungnya mereka menerangkannya menggunakan bahasa Inggris. Jadilah saya diam-diam mendengarkan sembari mengikuti mereka berkeliling di tempat itu. Sst.. jangan dilaporin ya! 

Nonton videonya di sini Youtube Channel Vita Masli, ya! 

4. Berinteraksi dengan Warga Lokal 

Jujur saja, jika ikut grup tour itu rasanya sangat dibatasi. Entah itu dari waktu, maupun interaksi dengan warga lokal. Paling interaksinya hanya saat tawar menawar. Gak ada interaksi yang bisa membuat kita mendapatkan pengalaman seperti warga lokal. 

Nongkrong di warung tenda saat hujan makan tteobokki sambil ngobrol dengan ahjumma penjualnya, misalnya. Diajarin mengucapkan 'Dongdaemun' yang benar oleh haraboiji (kakek-kakek) saat nunggu kereta datang. Begitu juga pas nanya arah ke siswa SMA dengan bahasa campur Inggris dan Korea. Diangkatin koper oleh ahjussi ahjussi di tangga stasiun subway sampai beberapa kali diajak ngobrol pake bahasa Jepang karena dikira orang Jepang. Lucu sekaligus seru,sih! 

5. Budget Sesuai Kemampuan 

Nah, ini dia! Karena kita sudah tahu kemampuan keuangan kita, jadi kita bisa memilih tempat penginapan, makanan, moda transportasi sampai mau beli oleh-oleh di mana dan apa yang mau dibeli pun bisa. Aku malah sempat buka jastip waktu itu, hehehe. 

Penginapan bisa memilih senyaman aku aja. Seringkali aku traveling berdua teman perempuan, seperti waktu ke Singapore, Kuala Lumpur, Korea Selatan, Lombok dan Bali. Sekali waktu juga pernah ke Bali berempat dengan teman cewek juga. 

Pernah juga aku traveling sendiri aja waktu ke Bandung, Solo dan Jogja. Biasanya aku booked penginapan yang private, sekamar berdua atau sekamar berempat. Namun, pernah juga pernah coba-coba nginap di hotel kapsul waktu traveling ke Bandung. Seru sih! 

Begitu juga dengan makanannya. Kalau di dalam negeri, biasanya gak terlalu masalah. Kecuali di Bali, harus selalu nyari makanan bersertifikat Halal. Begitu juga ketika traveling ke luar negeri (selain Malaysia) itu yang harus ekstra hati-hati. Sapi, ayam, kambing pun gak aku makan kalau gak disembelih pake bismillah. 

Beberapa orang mungkin gak peduli, tapi bagi aku ini penting sekali. Biasanya ketika bergabung ke dalam satu grup tour, makanannya kan sudah disediakan atau sudah ditentukan. Traveling mandiri bisa membuatku jadi lebih bebas menentukan pilihan makananku. 

6. Lebih Sehat 

Saat aku traveling mandiri, moda transportasi yang aku pilih adalah transportasi publik. Subway/MRT atau Bus umum adalah jalan ninjaku. Gak ada tuh yang namanya private bus seperti kalau kita ikut gruo tour apalagi pake taksi atau uber. Selain biaya taksi/uber itu mahal, transportasi publik di Singapore, Malaysia dan Korea Selatan itu bersih dan terjadwal. Penumpangnya juga tertib dan gak brutal. Relatif aman,lah! 

Hanya saja, Subway/MRT dan Bus umum itu tidak bisa berhenti pas di depan tempat yang kita pengen kunjungi dong! Jarak stasiun/halte ke tempat-tempat umum itu membuat kita harus berjalan kaki. Bahkan bisa naik turun tangga. Sehari itu bisa sampai 15 ribu sampai 25 ribu langkah. Daebak banget gak? Aku kalau pulang traveling luar negeri pasti berat badan aku turun. Gimana gak turun, jalan kaki tiap hari. 

Manfaat lain dari menggunakan public transport, kita bisa 'mendalami peran' sebagai warga lokal, hehe. Jalan kaki juga bisa membuat kita lebih banyak melihat sekeliling kita yang mungkin kalau kita naik mobil atau bus pribadi bisa terlewatkan. 

Misal waktu aku ke daerah Gwanghwamun Square, aku bisa ikut merasakan kampanye kandidat presiden Korea Selatan dan melihat Kang Ho Dong (walaupun dari jauh) yang lagi syuting variety show. Gak sengaja ketemu aktor drama (waktu itu belum terkenal banget) di Ewha University dan sebelahan sama Jackson (waktu itu masih member Got 7) di subway antar terminal di Bandara Incheon. Bisa juga dengerin obrolan orang Indonesia di kereta yang mungkin gak sadar atau gak tahu aku juga orang Indonesia. Hahaha! Seru, Seru, Seru!! 

Live My Way, Traveling Ke Waerebo Cara Aku Bareng Traveloka

Sebenarnya sejak tahun 2022, aku sudah ngelist dua tempat yang pengen aku datangi di tahun 2023 ini. Jepang di musim gugur dan Labuan Bajo di musim kemarau. Pas aku lagi browsing-browsing harga tiket dan hotel untuk kedua tempat itu di Traveloka, salah seorang teman aku bilang,"Kayaknya kalau ke Labuan Bajo itu ada open tripnya, deh! Cari aja di tab Xperience di website atau aplikasi Traveloka kamu di hape." 

Mmh.. paket trip, kedengarannya cukup menggoda aku sebagai 'si paling traveling mandiri' ini. Traveling ke Labuan Bajo itu identik dengan naik kapal Phinisi dan mengunjungi pulau-pulau di sekitarnya. Sebenarnya bisa aja sih, pas sudah tiba di Labuan Bajo, aku ke pelabuhannya nyari kapal yang akan berangkat. Pasti ada tuh yang kurang satu atau dua orang. Hanya saja setelah aku pikir-pikir, kok semakin ke sini aku merasa hidup itu jangan terlalu dibuat sulit lah. Kalau ada yang open trip dan masuk akal juga harganya, kenapa gak? 

Waerebo, Konservasi Warisan Budaya Asia Pasifik


Mulailah aku browsing di Xperience by Traveloka dan dapat beberapa paket trip ke Labuan Bajo. Ketika scrolling di apps Traveloka itu lah, gak sengaja terbaca 'Trip ke Waerebo". Desa Wae Rebo adalah sebuah desa yang oleh UNESCO dijadikan sebagai  konservasi warisan budaya Asia Pasifik. Lokasinya berada di pegunungan terpencil di Desa Denge, Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Lokasi Kampung Satar Lenda ini sendiri berjarak kurang lebih 6 jam perjalanan menggunakan motor atau mobil dari Labuan Bajo. Duh, langsung teringat pengalaman motoran keliling Lombok berdua dengan bestie aku (cewek loh ya!). Keknya seru, nih! 

Waerebo


Apalagi buat kita yang suka traveling sehat dan bukan tipe manja. Soalnya menuju Desa Waerebo itu harus jalan kaki alias tracking beberapa kilometer di tengah hutan. Jalurnya sih cukup aman walaupun memang tidak senyaman tracking di Korea atau Jepang. Tapi lumayan banget, jalan dan nanjak di atas tanah khas hutan gitu. Wae Rebo yang berada di lembah diantara pegunungan, jadi harus berjalan kaki dengan medan bervariasi mulai dari jalanan berbatu, jalan tanah yang menanjak hingga melewati sungai dengan jembatan bambu. Namun untuk pemandangan desa di atas awan, ya boleh aja sih! 
Nah, aku tuh tahu dari nonton vlognya Leonardo Edwin di Youtube pas dia traveling sendiri ke Waerebo. Dia naik motor sewaan dari Labuan Bajo selama 6 jam sampai ke Desa Denge. Beli makan di warung pinggir jalan tapi lalu nasinya jatuh berhamburan di jalan dan gak bisa di makan lagi. Akhirnya numpang makan di rumah warga dan naik ojek dengan tarif 50 ribu sampai ke pos pertama. 

Tracking sendiri di hutan menuju desa Waerebo sekitar 1 jam 50 menit. Tiba di desa Waerebo bayar 350rb untuk biaya makan dan tidur  rame-rame dengan traveler lainnya. Turun kembali ke desa, naik gojek 50 ribu lagi. Pulangnya naik motor lagi ke Labuan Bajo. Keliatannya seru dan tidak terlalu mahal biayanya. Kepikiran banget untuk trip sendiri aja. 

Sampai kemudian ada kejadian, ban motornya kempes dua kali. Dari yang tadinya turun paling pagi dari Waerebo menjadi orang yang paling terakhir meninggalkan desa Denge. Hahaha.. Wadidaw! Kepikiran karena aku pasti selalu traveling berdua sama cewek. 

Dulu memang sempat motoran berdua keliling Lombok sampai ke Bali berdua dengan teman cewek. Tapi kan kondisi jalan Lombok dan Bali itu masih lebih tourist friendly, sementara Waerebo ini tampaknya masih sangat asli. Jalan ke desa Denge nya aja masih banyak yang berbatu-batu dengan jembatan dari kayu. Haduh haduh.. pantesan ban motor Leo sampai jebol gitu. Serem juga kalau kejadian dua cewek mendorong motor di jalan, hehehe. 

Rencanakan Liburan di Traveloka


Makanya, aku memutuskan, kali ini aku akan ambil grup trip ke Waerebo lewat Experince di Traveloka. Aku mulai menulusuri paket-paket trip di Traveloka Experience dengan kata kunci Waerebo. Lumayan banyak juga dengan pilihan harga yang beragam. Untuk trip 2 Hari 1 Malam harga berkisar antara Rp. 1.700.000 - Rp. 2.550.000 tergantung fasilitasnya.  

Trip ke Waerebo


Bagusnya Xperience by Traveloka ini, selain ada informasi tentang tempat wisata tersebut juga dilengkapidengan apa yang akan kita lihat dan lakukan di tempat itu, itinerary yang jelas, fasilitas yang didapatkan termasuk juga review dari traveler-traveler lain yang sudah pernah mencoba paket trip Xperience tersebut. Tinggal tentukan tanggal kedatangan dan selesaikan transaksi pembayaran semudah kita beli tiket atau pesan hotel di Traveloka. 

Nah, mudahnya lagi, aku tuh bisa sekalian booking tiket dari Makassar-Bali- Labuan Bajo pulang pergi sekaligus pesan hotel di Labuan Bajo di Traveloka juga.  Biasanya juga Traveloka itu ada kupon atau kode voucher untuk diskon tiket pesawat atau hotel. Mantap banget kan? Lumayan bisa hemat dipake jajan di bandara, hehehe. 


Tiket ke Labuan Bajo


Kalau semudah ini sih, kayaknya aku akan ikut grup trip aja lewat Xperience Traveloka. Gak melulu harus full traveling mandiri. Prinsip aku sih, ikuti kata hati aja jalani hidup dengan cara kamu sendiri #LiveYourWay kalau memang lokasi yang kita tuju masih 'pure' gak ada salahnya kok pesan trip dan rasakan traveling bareng di Xperience Traveloka. 

Toh, paketnya juga ada acara bebasnya di desa Waerebo. Selain bisa menikmati indahnya alam ciptaan Allah SWT. aku juga bisa berinteraksi dengan warga lokal dan sesama traveler pula dengan pilihan travel agent yang terpercaya di Traveloka. Sesekali jalan rame-rame, kayaknya seru juga, ya kan? 

Gitu deh, cara aku traveling. Kamu sudah ada rencana traveling tahun ini? Pastinya lebih seru rencanakan liburan di Traveloka dong! Yuk, share di kolom komen ya rencana kamu! 


Air Mata yang Tak Terbendung di Tanah Haram 

Saya yakin semua jemaah yang datang ke tanah Haram entah itu di Madinah maupun Mekkah merasa haru di dalam hatinya. Entah disadari atau tidak, bisa disembunyikan atau sulit untuk dibendung, ketika berada di Masjid Nabawi maupun Masjidil Haram, adalah air mata setetes dua tetes bahkan mungkin mengalir tanpa henti di pipi. 

Perasaan itu membuncah ketika melantunkan Talbiyah dalam perjalanan menuju Mekkah setelah mengambil miqot di Bir Ali dan makin tak tertahan lagi ketika menapakkan kaki di Masjidil Haram. Begitu menuruni tangga di gerbang King Fadh, bagian atas Ka'bah sudah bisa terlihat. Entah bagaimana kata yang tepat untuk menggambarkan perasaa saya. Rasa haru, takjub, syukur, hingga takut, bercampur menjadi satu. 

Iyah, saya merasa takut sekali. Begitu banyak dosa yang sudah saya perbuat, saya masih diizinkan Allah SWT menjadi tamunya dan menginjak tanah HaramNya. Saya takut dengan segunung dosa saya ini, apakah saya cukup pantas beribadah di sini. Terbayang Allah SWT merentangkan pelukannya,"Ayo, masuklah! Sini! Kemari! It's ok, don't be afraid. I still love you." 

Membayangkannya saja sudah membuat mata berkaca-kaca dan tak terasa selama tujuh putaran thawaf air mata saya jatuh berderai. Teman-teman segrup ketika melihat saya menangis tak berhenti sampai thawaf selesai mungkin berpikir,"Nih orang dosanya apa aja sih sampai segitunya?" Hahahaha.. 

Jujurly, tidak hanya dosa yang saya pikirkan tapi juga sadar betapa banyak nikmat yang diberikan oleh Allah SWT meskipun banyak kali maksiat yang saya lakukan. Cape, lelah dengan segala perduniaan ini. Gak ada doa yang bisa saya baca selain doa mohon ampun untuk orang tua dan selamat dunia akhirat. 
Serius, sampai saat tulisan ini saya buat saya masih bisa nangis. 

Masya Allah Tabarakallahu, setidaknya hati saya gak sebebal bebal itu ternyata. Kupikir saya sudah mati rasa karena dosa sudah terlalu banyak. 




Kami melakukan umroh jam 12 malam. Saat itu Jemaah yang thawaf tidak sepadat yang saya bayangkan. Kami benar-benar dimudahkan berada di putaran bagian dalam, dimana kami bisa jelas melihat Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim. Meskipun belum ada jemaah yang diizinkan untuk menyentuh Hajar Aswad ataupun sholat di Hijr Ismail, tetap saja kata tour leader kami, thawaf kali ini sangat lancar dan terasa mudah.  Alhamdulillah. 

Tahapan selanjutnya setelah Thawaf adalah sholat dua rakaat di depan Maqam Ibrahim. Setelah itu dilanjutkan dengan minum segelas air Zam Zam sambil berdoa menghadap Ka'bah. Sebenarnya tidak ada doa yang diajarkan oleh Rasullah SAW saat meminum air Zam Zam. Semuanya kembali kepada yang meminumnya, karena air Zam Zam akan mengikuti niat dari peminumnya. 

Namun ada doa yang diriwatkan oleh Ibn Abbas RA dan ini yang terkenal di kalangan jemaah Umroh dan Haji. Doa tersebut adalah: "Allahumma innii as'aluka ilman naafian wa rizqan waasi'an wa syifaa'an min kulli daa'in wa saqomin birahmatika ya arhamarrahimin." Artinya: "Ya Allah aku mohon kepada-Mu ilmu pengetahuan yang bermanfaat, rezeki yang luas dan sembuh dari segala penyakit. 

Airnya jangan diminum sampai habis. Sisakan beberapa tetes untuk membasuh wajah dan kepala. Setelah itu, bersiap menuju bukit Safa untuk melaksanakan Sa'i melintasi jalur Safa dan Marwah sebanyak tujuh lintasan. 

Sa'i, Merasakan Cinta Ibu Kepada Anaknya 


Saat mempelajari rukun umroh, Sa'i adalah salah satu rukun yang menarik bagi saya. Sa'i secara harafiah artinya berjalan dengan bergegas. Hal ini dimulai oleh Siti Hajar, ibu dari Nabiyullah Ismail berjalan secara bergegas antara Shafa dan Marwah sejauh 405 meter. 

Beliau Berharap untuk dapat memperoleh air untuk sang anak yang menangis. Beliau mendaki bukit terdekat, Shofa, untuk melihat barangkali saja ada pertolongan atau air di dekat situ. Namun Ia tidak melihat siapapun di sana. 

Beliau kemudian berjalan bergegas ke bukit Marwah dengan harapan dapat melihat ke tempat yang lebih luas. Tetapi dari bukit itu pun tak tampak apa yang dicarinya.  Siti Hajar pun  terus bolak-balik sambil berlari di atas panasnya pasir gurun sampai tujuh kali balikan seraya berdoa kepada Allah SWT. 

Atas izin Allah SWT, saat Siti Hajar tiba kembali ke tempat Ismail, ia melihat air telah memancar dari tanah di dekat kaki bayi yang sedang menangis itu. Masya Allah.. 

Sa'i tidak hanya sekedar rukun umroh/haji yang harus dilakukan berjalan kaki bolak balik tanpa tahu maknanya. Ada cinta seorang ibu kepada anaknya, ada hikmah untuk berusaha dan berdoa, ada hikmah bahwa hasil dari usaha kita membutuhkan waktu dan bisa jadi apa yang kita inginkan tidak selalu terkabul melalui diri sendiri, bisa jadi melalui orang lain. 

Siti Hajar telah berusaha dan berdoa berlari lari kecil ditengah teriknya gurun, bolak balik naik turun bukit demi air untuk Ismail. Ternyata sumber air didapatkan saat Ismail menghentak-hentakkan kakinya. Dilihat dari maknanya, kata Shafa berarti kejernihan, sedang Marwah adalah kepuasan. Artinya, bahwa suatu sa’i (usaha) musti dimulai dengan niat yang jernih sehingga akan mendapatkan kepuasan. 

Ketika melakukan ibadah Sa'i, Jamaah disunnahkan untuk membaca doa. Tidak ada doa yang spesifik, namun disunnahkan untuk membaca Laa ilha illallah wahdu lasyarikah, lalu takbir “Allahu Akbar”. Dan saat berada di bagian bawah antara kedua bukit itu (terutama di bathnul waadi/antara dua lampu hijau)disunnahkan membaca doa: 

“Robbighfirwarham wa’fu watakarrom wa tajaawaz amma ta’lam innaka ta’lam ma laa na’lam innaka antallahul azzul akram.”

Artinya: “Ya Tuhanku ampunilah, sayangilah, maafkankan, muliakanlah, hapuskanlah (kesalahan) yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau mengetahui sesuatu yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Mulia”.

Perjalanan antara Shafa dan Marwah mengandung pengertian memohon pertolongan kepada Allah dalam menghadapi kesulitan, dan memohon ampunan dari seluruh perbuatan dosa. Sehingga jarak 405 meter yang dilalui menjadi sekitar 3,15 Km ini bisa jadi terasa melelahkan, apalagi bagi yang sudah sepuh atau yang langsung melaksanakan umroh setelah melakukan perjalanan cukup jauh dari Madinah ke Mekkah. Namun, jika dilakukan dengan penuh kesadaran atas inti Sa'i, Insya Allah diberi kenikmatan dalam melaksanakannya. 

Alhamdulilah jalur Sa'i sudah difasilitasi sehingga lebih nyaman melintasinya. Lantai adem, AC dan kipas angin beruap bahkan bagi para Jamaah yang fisiknya sudah tidak memungkinkan untuk berjalan sejauh 3,15 Km, disediakan penyewaan kursi roda dan motor listrik. Jika haus dalam menempuh perjalanan bolak balik Shafa dan Marwah, banyak disediakan deretan tangki air zam zam. 

Dibandingkan perjalanan Sa'i yang dilakukan ibunda Siti Hajar, ini tentu saja tidak ada apa-apanya. Sungguh, nikmat Allah SWT mana lagi yang kamu dustakan? 


Tahallul, Kembali Halal 

Setelah mengharu biru di prosesi Thawaf dan Sa'i, tibalah saat untuk melakukan Tahallul. Prosesi ini adalah  keadaan seseorang yang telah dihalalkan untuk melakukan rangkain kegiatan atau perbuatan yang sebelumnya dilarang selama menjalankan ihram. Rangkaian ini ditandai dengan cara mencukur atau menggunting beberapa helai rambut kepala, minimal tiga helai. 

Begitu selesai melakukan Tahallul, seketika aku merasa lega. Setidaknya, dari point of view aku, semua tahapan sudah aku lakukan tanpa ada gangguan, aman dan lancar. Paling penting sih, bisa menjaga supaya gak kentut pas melaksanakan Thawaf. Serius, ini aku aja heran. Mungkin karena saat perjalanan dari Madinah ke Mekkah, aku minum kopi dan mobilnya serius dingin banget AC nya. Jadinya perut kembung. 

Begitu tiba di Mekkah, setelah mandi wajib dan mengambil wudhu sebelum berangkat ke Masjidil Haram, aku tuh jadi sering kentut. Aku  mengulang wudhu sampai tujuh kali sampai pengen nyerah aja rasanya, minta umrohnya besok aja. 

Beneran deh, Setan itu emang ada di mana-mana. Makin pengen kita dekat sama Allah SWT, makin semangat dia menggoda kita. Alhamdulillah teman-teman sekamar dan team leader selalu mengingatkan untuk istigfar dan bersabar jika terjadi hal seperti ini. Kalau enggak, mungkin Aku sudah putus asa. 

Do'a adalah kunci. Jadi Aku berdoa, semoga wudhu aku gak batal selama menjalankan tahapan umroh. Semoga ibadah lancar dan semoga diterima Allah SWT. Alhamdulilah, setelah prosesi umroh dijalankan, barulah wudhu aku batal. Hahaha... 

Tahalul Umroh


Next, aku akan share pengalaman yang seru seru dengan teman-teman se grup Umrog di postingan berikutnya. Komen di bawah ya jika ada pertanyaan. Jangan lupa share postingan ini ke teman-teman kamu dan semoga yang baca disegerakan Allah SWT menuju Baitullah. Aamiin. 

Sampai bertemu di postingan berikutnya! 


Bismillahırahmanirahim.. 

Dari sekian banyak bucket list yang saya susun, melaksanakan Ibadan Umroh berada di posisi kedua, tentunya setelah ibadah Haji. Sudah diimpikan sejak lama, didoakan disetiap masa, diusahakan menyisihkan uang dalam rekening bank syariah, demi apa? Demi berangkat ke Tanah Suci. Sehedon-hedonnya saya, masih tahu dirilah saya jadi hamba. 

Saya saja sampai sekarang masih tidak percaya akhirnya bisa menginjakkan kaki ke Tanah Suci Mekkah dan Madinah. Malah sempat berkunjung ke kota Thaif dan mampir sebentar di kota Jeddah. Apalagi di masa pandemi yang belum berakhir, dimana banyak sekali protocol kesehatan yang harus dijalani. Bukan saja berimbas pada jumlah biaya yang barus dikeluarkan tetapi juga waktu yang barus disiapkan. 

Umroh di masa Pandemi



Sebelum pandemi, rata-rata biaya umroh sekitar 12-15 jutaan rupiah. Saat pandemi, melonjak hingga dua kali lipat. Masa karantina ikut memotong atau ditambahkan dalam masa umroh, ditambah pula sempat kejadian pernah dibolehkan untuk Umroh tapi saat mendaftar malah pelaksanaan Umroh dibatalkan oleh pemerintah. Akhirnya makin banyak yang mengurungkan niat untuk melaksanakan ibadah. 

Namun benar juga apa kata ulama dan orang saleh, melaksanakan Ibadah Haji atau Ibadah Umroh itu bukan karena punya uang atau mampu secara finansial.  Ini semata-mata karena Allah SWT memampukan orang-orang yang dipilihnya. 

Banyak yang mampu, tapi gak berangkat-berangkat juga. Ada yang mampu, tapi berangkatnya bukan karena hartanya tapi lewat jalur gratis. Ada yang kelihatannya susah bener ngumpulin duitnya karena ada-ada aja pengeluaran mendadak, tiba masa Umroh dibuka kembali malah dimampukan. 

Saya mendaftar di bulan Februari 2022, untuk keberangkatan tanggal 9 Maret 2022 dengan pesawat Garuda Indonesia. Urusan pervaksinan mulai dări vaksin covid 1&2 sampai Vaksin Menginitis selesai di bulan Februari. Dokumen-dokumen sudah lengkap, tersisa beberapa perlengkapan baju selama umroh yang belum kelar. 

Passport dan Visa Umroh



Tetiba ada kabar, jadwal keberangkatan dimajukan. Masya Allah! Biasanya yang kejadian keberangkatan ditunda atau dibatalkan, ini malah dimajukan menjadi tanggal 7 Maret 2022. Panik dong.. secara beberapa baju belum kelar dipermak dan Perlengkapan yang dipesan online masih otw. Belum dilaundry, belum dipacking. Panik? ya panik lah! 

Alhamdulillah banget, Penjahit bisa menyelesaikannya lebih cepat dan laundry bisa terhandle sehingga semua perlengkapan bisa dipacking ke koper sebelum Manasik Umroh. Siap-siap mau berangkat nih, eh tetiba dapat kabar lagi, karantina di Madinah ditiadakan.  Alhamdulillah. Nikmat Tuhanmu yang mana yang kau dustakan? 

Pengalaman Umroh 2022 saat Pandemi 

Sebelumnya sudah dijadwalkan bahwa akan ada karantina selama satu hari di Jakarta sebelum berangkat ke Madinah. Begitu pun sudah dikabarkan bahwa akan ada karantina lagi selama lima hari setelah tiba di Madinah. Saat mendaftar berangkat Umroh, sudah tau sih risikonya akan lebih banyak ngedon di kamar hotel akibat karantina. Makanya banyak orang-orang yang tau saya berniat umroh, menyarankan agar niat saya dibatalkan dulu aja. "Rugi kamu, mending tunggu aja setelah pandemi,"kata mereka lebih kurangnya begitu. 

Dipikir-pikir memang sangat sangat menghabiskan waktu. Bayangkan, dari yang umumnya 12 hari ibadah umroh termasuk perjalanannya, waktu ibadah harus dipotong masa karantina lima hari. Setelah ibadah umroh selesai, jemaah masih harus nambah lima hari lagi untuk karantina di Jakarta. Total hari yang diperlukan sekitar 22 - 28 hari. Gimana ngurus cutinya ini? 

Bermodal nekad dan keinginan kust, pokoknya tabun ini harus umroh apapun yang terjadi, saya berdoa kepada Allah SWT untuk dimudahkan. Semoga diizinkan Kepala Kantor untuk mengambil cuti alasan penting dengan alasan Ibadah Umroh yang Pertama. Alhamdulilah, kantor tidak mempermasalahkan meski permintaan cuti yang saya ajukan adalah 22 hari sesuai rundown penyelenggara Umroh. Urusan cuti beres, pekerjaan aman, terbanglah saya ke Jakarta dengan Garuda Indonesia. 

Ketika di perjalanan, dapat kabar, kami tidak perlu menginap di Jakarta untuk karantina sebelum diberangkatkan ke Madinah. Alhamdulillah... Jadi, setelah landing di CGK terminal 3, saya dan rombongan langsung cuzz ke hotel transit untuk istirahat beberapa jam lalu kemudian balik lagi ke CGK terminal 3. Kali ini menggunakan pesawat Saudia Airlines. 

Leaving On The Jet Plane To Madinah Al Munawwarah 


Berhubung sehari sebelumnya gak bisa tidur karena feels so excited berangkat umroh dan penerbangan Makassar - Jakarta itu pesawat pagi yang membuat saya harus standby di bandara jam 4.30 pagi, begitu duduk manis dan pesawat sudah melewati critical eleven, langsung bablas tidur. Cuma sempat bangun untuk terima 'paket' dari mba mba pramugari, sholat jama' magrib dan isya, makan dan abis itu tidur lagi. Gitu aja terus sampai badan pegel dan pesawat landed di bandara Prince Mohammad Bin Abdul Aziz di Madinah. 

Berangkat 19.00 WIB dan landed di Madinah sekitar pukul 01.00 waktu setempat which is empat jam telat dibandingkan Waktu Indonesia Bagian Barat. Total perjalanan sekitar 9-10 jam dari Jakarta menuju Madinah. Mengingat waktu perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, sebaiknya dzikir saja sampai ketiduran. Banyak-banyakin shalawat juga karena kita akan bertamu ke kota Rasullullah Muhammad SAW. 

Bandara di Madinah



Setelah melewati pemeriksaan Imigrasi yang tidak terlalu lama (mungkin karena jalur umroh) dan bagasi yang sudah dihandling travel, pukul 02.00 saya dan rombongan melenggang kangkung keluar dari bandara Prince Mohammad Bin Abdul Aziz. 

Rombongan lalu menuju ke hotel Al-Andalus yang letaknya segaris lurus dengan gerbang 338 Masjid Nabawi. Ini sebenarnya bukan hotel yang dijanjikan oleh travel agent sih. Alasannya pihak Muasasah di Saudi yang memindahkan kami ke hotel ini. Wallahua'lam. Saat ini belum banyak hotel bintang empat yang beroperasi. Lagipula lokasi hotel Al-Andalus ini juga cukup strategis. View kamarku pun juga cukup menarik. Oke lah, no complain! 

Masjid Nabawi dari Jendela Kamar

Sesuai jadwal, kami berada di Madinah selama kurang lebih 6 hari. Alhamdulillah, selama itu pula kami dimudahkan dalam beribadah di Masjid Nabawi dan melakukan city tour ke tempat-tempat bersejarah di kota Madinah tanpa karantina dan PCR. 

Meskipun tetap harus menggunakan masker, namun tidak ada pemberlakuan jaga jarak, bahkan saat sholat. Makin rapat barisannya, makin bagus. Malah jemaah Indonesia yang paling sering ditarik-tarik untuk merapatkan barisan sholat. Mungkin karena kebanyakan dari jamaah masih mengikuti protokol kesehatan di negara kita Indonesia yang tercinta, yang mau sholat tarawih aja nanti harus vaksin booster. 

Masjid Quba

Pemerintah Arab Saudi bukannya tidak lagi melaksanakan protokol kesehatan dengan membolehkan jemaah berdesak-desakan. Untuk urusan sholat, memang sudah tidak lagi ada jarak. Tetapi untuk masuk ke tempat-tempat tertentu yang pasti padat jemaah, mereka memiliki sistem sendiri. 

Contohnya untuk masuk ke Raodah di Masjid Nabawi, setiap grup harus memiliki surat izin di mana tertera tanggal, waktu dan jumlah rombongan. Jika tidak memiliki surat tersebut atau tanggal, waktu dan jumlah jemaah di rombongan tidak sesuai, maka wassalam! Gak bakal bisa masuk beribadah di Raodah. 

Ini yang saya beserta rombongan alami waktu itu. Entah bagaimana, barcode di surat izin kami sudah digunakan oleh orang lain dua bulan lalu. Entah salah siapa juga, rombongan kami mendapatkan barcode 'bekas pakai'. Entah mau nyalahin siapa juga akhirnya rombongan kami batal masuk Raodah. Bahkan saya dan seorang teman di rombongan, nekad untuk nyelip-nyelip di rombongan orang lain pun tidak lolos di dua gate pemeriksaan terakhir. 

Subhanallah.. memang mungkin belum rejeki kami untuk beribadah di Taman Surganya Rasullah Muhammad SAW. Pun sudah qadarullahnya kami tidak bisa menziarahi makam Rasullah dan para sahabat, Saydina Abu Bakar Ra dan Saydina Umar bin Khattab, Ra. Kami hanya bisa memandang Kubah Hijau Masjid yang berpendar di depan kami dengan air mata yang diam-diam menetes seraya mengucap salam dan shalawat. Salamu Alaika Ya Rasullah wa rahmatullahi wa barakatu. Allahumma Shalli Ala Nabiyina Muhammad wa ala ali Nabiyina Muhammad. Salamu Alaika ya Sahabatullahu wa rahmatullahi wa barakatu. 

Air Mata yang Tak Terbendung di Tanah Haram 

Lanjut di Part 2. 

Rumah merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan hidup kita. Sebagai tempat berlindung, tempat tinggal, dan berkumpul bersama keluarga, tidak heran jika rumah menjadi kebutuhan yang penting untuk dipenuhi.

 

Trend Rumah Bergaya Villa, Hunian dan Investasi di Tengah Kota 

 

Memiliki rumah dengan konsep villa di tengah kota yang berhawa sejuk, sudah menjadi impian Aku sejak dulu. Maklum, dulu sewaktu masih kanak-kanak, Aku sempat tinggal di Sukabumi. Sebuah ibukota kabupaten yang gak begitu besar sih, sebenarnya, tetapi Asri, adem dan dekat ke Bandung dan Jakarta. 
 
Seringnya setiap weekend, kalau enggak ke Jakarta ya ke Bandung. Akhirnya, ikutan jatuh cinta sama kota ini. Bahkan setelah saat ini menetap di seberang, tiap kali ada kesempatan perjalanan dinas, disempatkan mampir ke Bandung. Pengennya sih, suatu hari nanti punya rumah di sana. 
 
Saat in banyak banget jenis dan tipe rumah. Bentuknya beragam, begitu pula dengan material pembuatnya. Jaman dulu, kita sudah terbiasa dengan Jenis rumah tapak atau rumah tunggal. Biasanya rumah ini berdiri sendiri di atas sebidang tanah dengan halaman dan tanah belakang. 

Rumah Bergaya Villa


 
Seiring waktu, penduduk semakin banyak sementara tanah pemukiman tidak bertambah, dibuatlah kompleks perumahan rumah Kopel, Cluster, Town House, Apartemen, Rumah Susun, Rumah Toko, Rumah Kantor. Semakin ke sini, Jenis rumah pun bertambah dengan rumah Jenis resort.
 
Gimana? Kok ada perumahan rasa villa sih? Bukannya Villa itu tempat kita nginap buat liburan? 
 
Belakangan memang konsep rumah villa atau rumah resort telah menjadi tren di kawasan perkotaan.   Mungkin karena kehidupan di perkotaan sudah semakin hectic, jadi bawaannya pengen liburan melulu. Tapi kan agak susah ya.. 
 
Kombinasi konsep rumah urban dan villa akhirnya menjadi jalan keluar agar kaum urban dapat menikmati suasana liburan tanpa harus bepergian.   Biasanya, konsep rumah villa sendiri terinspirasi dari pemandangan alam dan selera artistik yang tinggi.  
 
Bayangkan, sebuah rumah berkonsep villa menanti kita untuk pulang setelah seharian lelah bekerja untuk menikmati kenyamanannya. Bagi kaum urban, rumah berkonsep villa menjadi suatu oase apalagi untuk yang ingin meningkatkan kualitas hidupnya.

Rumah Impian, Konsep Rumah Bergaya Villa

Ada beberapa alasan mengapa aku menyukai konsep Rumah bergaya Villa ini. Biasanya rumah jenis ini  memiliki sentuhan alam yang terletak pada bagian interior dan eksterior bangunan.  Desainnya unik-unik, ada yang menggabungkan unsur traditional, bebatuan dan kayu. Ada pula yang berkonsep arsitektur modern yang dipadukan dengan lingkungan alam yang asri. 
 
Tentu saja, Villa di sini bukan Jenis Villa jaman dulu yang bentuknya besar, tertutup. Aku sendiri lebih menyukai konsep dengan sentuhan arsitektur modern yang minimalis. Menurutku lebih natural dan kekinian. Apalagi jika tempat tersebut berada di tengah kota yang dekat ke mana-mana namun masih memberikan pemandangan alam yang asri. 
 
Fasilitas yang disediakan pun gak tanggung. Selain fasilitas komunal semacam taman dan joging atau bike track, seru juga kali ya kalau di dalam kompleks itu juga ada kolam renang, Spa, restaurant dan tempat ibadah. 
 

Dago Village, Rumah Villa dengan Sentuhan Modern 

 
Sempat browsing ke sana kemari, akhirnya ketemu satu perumahan dengan konsep Rumah Villa yang terletak di Dago, Bandung. Dago Village merupakan rumah ala villa dengan suasana lingkungan yang sejuk dan asri khas dataran tinggi Bandung.

 


Perumahan Sederhana di Bandung

 
Suasana resortnya mewah banget, sih. Meski begitu konsepnya dibuat seperti di sebuah desa (village) yang natural sehingga konsep modern dan mewahnya bisa bersanding dengan alam sekitarnya. Terasa lebih humble tapi masih tetap kekinian. 
 
Fasilitas yang disediakan untuk penghuni juga gak main-main. Ada Resort hotel and villas, Botanical cottages, Destination spa, Infinity swimming pool, Fine dining restaurant, Exotic wedding chapel dan jogging track serta downhill bike track bagi yang suka olahraga. Lokasinya juga berada gak jauh dari SPBU, Rumah Sakit, Shopping Mall, Gerbang Toll, Airport, Stasiun Kereta dan Restaurant, makin terasa berada di kota namun punya vibe liburan. 
 

Tipe dan Jenis Pemukiman di Dago Village

 
Terdapat tiga jenis pemukiman di Dago Village dengan kekhasannya masing-masing yaitu Villa Foresta, Beverly Ville dan Fairview. Villa Foresta dan Fairview menawarkan tipe deluxe dan premium dengan tiga kamar tidur dan dua kamar mandi. Sementara Beverly Ville menawarkan empat kamar tidur dan dua kamar mandi untuk tipe premium dan tiga kamar tidur, dua kamar mandi untuk tipe deluxe. 

Beverly Ville Bandung

Perbedaan lainnya terletak di Luas tanah dan luas bangunan serta fasilitas tambahan yang ada di dalamnya. Untuk tipe Beverly Ville dan Fairview memiliki kolam renang Pribadi tetapi tidak tersedia untuk Villa Foresta. Namun tetap aja, ketiganya didesain memiliki jendela lebar dan konsep 180 derajat. Desain ini membuat penghuninya dapat melihat pemandangan indah Kota Bandung dari dalam hunian. Bisa kebayangkan indahnya? 

Harganya pun beragam mulai dari tiga sampai enam Milyar Rupiah. Cukup worthed untuk property yang menjadi tempat tinggal yang nyaman, dan memiliki nilai investasi tinggi dengan occupancy sewa hingga 100% pada hari libur Jadi, meskipun tidak untuk ditinggali, bisa banget disewakan sebagai tempat liburan di tengah kota bagi wisatawan. Lumayan kan, bisa balik modal. 
 

Gimana, tertarik memiliki rumah dengan konsep villa yang bisa dijadikan hunian keluarga atau sebagai property investasi? Aku sih iya! Semoga suatu hari kesampaian. Nabung aja yuk, mulai dari sekarang! Kamu gimana? 


Tiba-tiba kehilangan pendengaran di salah satu telinga dengan efek yang gak biasa, tentu bikin panik dan bingung. Bagaimana tidak, ini bukan hal biasa dan menyangkut salah satu panca indera. Sudden Sensorineural Healing Loss atau Sudden Deafness, menimpaku di penghujung tahun 2021. 

Sudden Deafness Sebuah Pengalaman Hidup

Hearing Loss
Photo by Kindel Media from Pexels

Minum obat dan bed rest adalah jalan ninjaku, waktu itu saya berpikir itu yang terbaik. Padahal bed rest di rumah adalah hal yang bisa dibilang gak mungkin. 

Di chat sudah ramai yang bertanya saya sakit apa. Bahkan ada salah seorang teman di IG yang marah-marahin saya di DM karena saya belum ke IGD juga. Iyah, saya 'semalas' itu. Rasanya tidak ada tenaga. Thinking back, mungkin aku bukan lelah secara fisik, lebih ke psikis. 

Meskipun saya sebenarnya bisa menelpon meminta bantuan, saat itu aku merasa, karena sudah terbiasa melakukan apa-apa sendiri, selalu jadi tumpuan dalam melakukan sesuatu, ketika kemudian aku berada dalam posisi 'membutuhkan', I don't know who to turn to. I don't even know if there's someone who can take care of me. 

Yahh... kok jadi sedih sih, ceritanya. 

Anyway, lanjut, tiga hari pertama adalah cobaan keimanan yang berat buat saya. Denial, tidak ikhlas, marah, kecewa, numpuk jadi satu. Yang difitnah itu aku, kenapa yang dapat musibah ini malah aku ya? Sudah gitu, sebelum sudden deafness ini menyerang, aku sudah tahajud, curhat sepenuh hati minta pertolongan ke Allah, lalu kenapa paginya malah kena penyakit ini? 

Berat banget cuy! Tiga hari pertama itu kalau ada yang bilang 'Sabar....', berarti sudah lupa gimana rasanya kena musibah ketika sedang berserah diri kepada Maha Kuasa. Awalnya pasti kalian akan terguncang dulu perasaannya, seiring waktu baru kemudian bisa menemukan 'the definition of sabar'. 

Sementara waktu terus berjalan dan SSHL ini seperti stroke ternyata punya 'golden time' penyembuhan. 

Akhirnya ke IGD 


Hari ke empat, saya memutuskan ke IGD. Sebenarnya saya agak ragu mengingat kondisi pelayanan IGD di rumah sakit di kota saya. Jangan sampai saya ditolak karena menganggap SSHL ini tidak penting. Tetapi tidak ada salahnya mencoba. 

Datanglah saya ke salah satu Rumah Sakit dan diterima dokter yang balas bertanya,"Kenapa tidak ke dokter prakteknya saja?" 

Ya menurut ngana? Hari ini hari Natal, dokter gak ada yang buka praktek! Saya ke Rumah Sakit ini karena ini RS terdekat dari rumah saya. Seandainya dokter tadi berkata,"Apa tidak sebaiknya kami alihkan ke Rumah Sakit tempat dokter yang menangani Anda pertama kali?" mungkin lebih bagus. 

Karena sejujurnya dokter yang menangani saya itu adalah dokter senior spesialis telinga yang reputasinya sudah bagus sekali. Jika saja dokter IGD tersebut menyarankan seperti itu, saya pasti lebih bisa tertangani dengan baik di Rumah Sakit yang tepat. Tetapi begitulah, mungkin jalannya sudah begitu. Saya tetap diterima dan langsung mendapat tindakan. Rawat inap, sudah tidak bisa ditawar lagi.  

Infus



Rawat Inap Pertamaku 

Orang dengan SSHL sering menganggap gangguan pendengaran yang mereka rasakan ini akan berlalu dengan sendiri. Terkadang, orang dengan SSHL menunda ke dokter karena mengira gangguan pendengaran mereka disebabkan oleh alergi, infeksi sinus, kotoran telinga yang menyumbat saluran telinga, atau kondisi umum lainnya. Sampai kemudian tidak tahan dengan perasaan penuh di telinga, pusing, dan/atau telinga berdenging. 

Jangan pernah anggap remeh gejala tuli mendadak. Ini adalah keadaan darurat medis dan harus segera mendapat penanganan dokter. Termasuk juga untuk tidak menunda rawat inap. Saya termasuk orang yang terlambat. Saya rawat inap di hari ke empat. Meski sudah mengkonsumsi obat-obatan oral yang diresepkan dokter dan itu sama dengan obat yang diinjeksi, tetapi efektivitas penyerapan di tubuh berbeda. 

Kenapa? Karena pengobatan pertama lebih efektif diinjeksi bersama cairan infus dibarengi dengan bed rest. Tidak melakukan aktivitas apapun selain istirahat. Tidak berpikir yang berat-berat. Makan yang teratur dengan gizi seimbang. Menerima perawatan tepat waktu sangat meningkatkan kemungkinan akan pulih setidaknya sebagian dari pendengaran. 

Selama tiga hari rawat inap di Rumah Sakit, tidak ada perubahan sama sekali. Telinga kanan saya masih tetap tidak bisa mendengar. Kepala saya masih berat sebelah. Saya masih sering merasa pusing dan mual, kecuali setelah saya minum obat anti vertigo yang diberikan dokter. 

Tak ada solusi lain dari dokter yang menangani saya di Rumah Sakit itu selain, bed rest dan jangan stress. Bagaimana saya tidak stress sementara waktu melaju sedangkan perawatan yang tertunda selama lebih dari dua hingga empat minggu cenderung tidak mengembalikan atau mengurangi gangguan pendengaran. Dengan kata lain, kehilangan pendengaran sebelah ini bisa jadi permanen. 

Pengobatan Sudden Deafness

Meskipun sekitar setengah dari orang dengan SSHL memulihkan sebagian atau seluruh pendengaran mereka secara spontan, biasanya dalam satu hingga dua minggu sejak kejadian, menunda diagnosis dan pengobatan SSHL (bila diperlukan) dapat menurunkan efektivitas pengobatan.  

Para ahli memperkirakan bahwa SSHL menyerang antara satu dan enam orang per 5.000 setiap tahun, tetapi jumlah sebenarnya kasus SSHL baru setiap tahun bisa jauh lebih tinggi karena SSHL sering tidak terdiagnosis. SSHL dapat terjadi pada orang-orang pada usia berapa pun, tetapi paling sering menyerang orang dewasa di usia akhir 40-an dan awal 50-an. 

Ada beberapa pengobatan yang bisa dilakukan. Pengobatan yang paling umum untuk tuli mendadak, terutama bila penyebabnya tidak diketahui, adalah kortikosteroid. Steroid dapat mengobati banyak gangguan dan biasanya bekerja dengan mengurangi peradangan, mengurangi pembengkakan, dan membantu tubuh melawan penyakit. Steroid dapat diberikan dalam bentuk pil, bisa juga melalui injeksi baik itu  steroid intratimpani (melalui gendang telinga) atau di pembuluh darah. 

Infus



Saya sebenarnya pernah membaca sebuah penelitian dimana dokter bisa melakukan injeksi steroid intratimpani langsung ke telinga tengah; obat kemudian mengalir ke telinga bagian dalam. Suntikan dapat dilakukan dan merupakan pilihan yang baik untuk orang yang tidak dapat menggunakan steroid oral atau ingin menghindari efek sampingnya. Setidaknya dari yang saya baca steroid harus digunakan sesegera mungkin untuk efek terbaik dan bahkan mungkin direkomendasikan sebelum semua hasil tes keluar.  

Sayangnya, tiga dokter yang saya temui selama lebih kurang sepuluh hari sejak pertama kali mengalami Sudden Deafness ini tidak ada yang mengambil tindakan ini. Mereka hanya memberi saya obat oral. Ada beberapa test yang harus dilakukan selain audiometrik seperti MRI tidak dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu yang menurut saya mungkin lebih terkait pembiayaan BPJS Kesehatan dibanding urgensi pasien. 

Tentunya saya tidak mau tinggal diam hingga akhirnya saya minta dirujuk ke dokter dan rumah sakit yang memungkinkan saya melakukan perawatan. Saya meminta untuk dilakukan terapi Hiperbaric. Di hari ke sepuluh saya dirujuk ke salah satu rumah sakit pemerintah berdasarkan dokter speasialis yang dianggap lebih bisa menangani kasus ini. 

Lagi-lagi, qadarullahnya belum bisa bertemu dengan dokternya karena beliau sedang operasi saat saya datang dan terpentok akhir pekan dan libur tahun baru, insya Allah di hari ke 14 baru kemudian saya bisa konsul dengan dokter tersebut.

Baru konsul loh ya, belum terapi hiperbaricnya dimulai. Saya sudah baca beberapa research tentang efek Hiperbaric Therapy terhadap Sudden Deafness, ada beberapa tahapan persiapan pasien sebelum memulainya. Pengen nangis rasanya kalau mengingat penelitian itu menunjukkan hasil terbaik ditemukan ketika pasien dirawat dalam waktu 14 hari dari onset gejala dan dengan steroid bersamaan (baik sistemik atau intratimpani). Hiks... I'm starting to worry, but still need to keep on going. 

Rawat Inap Bagian Ke Dua 

Sepuluh hingga empat belas hari adalah masa perawatan efektif untuk Sudden Deafness ini. Di hari ke 14, dokter menyarankan rawat inap lagi. Kali ini pengobatan dimulai dari awal kembali. Teorinya sih bed rest, tapi lagi-lagi saya banyak di'ganggu' dengan pemeriksaan PTA di jam setengah tujuh pagi (karena yang tugas adalah residen semalam, which is mungkin dia mau pulang). 

Lanjut dengan injeksi stereoid di telinga sebanyak tiga kali di siang hari dan kunjungan dokter dan suster yang selalu memantau obat  yang diinjeksikan melalui cairan infus. Lumayan, selama 8 hari di rumah sakit, 5 kali gonta ganti pembuluh darah untuk dijadikan area jarum infus.  

Hasil PTA memberi gambaran yang tidak sesuai harapan. Ada perubahan, namun sedikit. Normalnya manusia bisa mendengar di kisaran 20-30 db. Nah, hasil PTA ku, telinga kiri normal sementara telinga kanan hanya bisa mendengar di 50db saja. Sementara itu, telinga kanan masih tetap terasa penuh dan berdenging meskipun aku sudah tidak lagi merasakan oleng saat bergerak. Artinya, Merenier belum sepenuhnya hilang. 

Di hari ke 7 rawat inap, yang berarti adalah hari ke 21 aku mengalami Sudden Deafness, akhirnya aku menjalani terapi Hiperbaric untuk pertama kalinya. 

Next di postingan berikutnya, ya! Please share postingan ini agar makin banyak yang paham tentang Sudden Deafness. Terima kasih sudah membaca. 


Hari itu tanggal 21 Desember 2021. Saya terbangun karena mendengar bunyi dengingan di kedua telingaku yang lebih besar dan nyaring daripada biasanya. Ada apa ini? Saya bertanya-tanya sendiri. Bunyi dengingan itu makin menjadi dari telinga kanan dan kiriku. Tidak biasanya seperti ini. 

Saya masih berbaring dengan mata tertutup sambil merapal doa dan dzikir. Please...please.. jangan sekarang, pintaku. Kebiasaan dari dulu, jika terdengar dengingan di telinga, entah di kiri atau di kanan, selalu ada kabar duka dari orang-orang yang saya kenal. Semakin besar bunyi dengingannya, makin dekat orang tersebut dengan saya. Dekat bisa dalam artian jarak fisik, bisa pula kedekatan personal. 

Biasanya hanya bunyi berdenging yang tidak nyaring. Hari itu, bunyinya seakan memenuhi kepalaku. Bising. Lalu tiba-tiba berhenti dan aku tak ingat lagi kejadian setelah itu. 

JANGAN ABAIKAN SUDDEN SENSORINEURAL HEARING LOSS - TULI SEBELAH MENDADAK


Beberapa saat kemudian saya merasa mual, sakit kepala sebelah, pusing dan kepala terasa berat. Saat saya bangun dan berjalan, rasanya seperti berjalan di atas geladak kapal yang terombang ambing di lautan. Begitupun ketika saya naik turun tangga sensasinya seperti melanting di trampolin. 

Selesai mandi saya baru menyadari bahwa telinga sebelah kanan rasanya seperti kemasukan air, tersumbat dan membuat rasa tak nyaman. Saat itu saya mengira, ini biasa saja. Nanti juga keluar sendiri airnya, pikir saya waktu itu. Sempat terpikir, apa saya masuk angin? Tekanan darah saya turun? Ataukah ini karena malam sebelumnya saya tidak bisa tidur dan baru bisa terlelap setelah sholat Tahajud dan Subuhan? Saya pun kembali beraktivitas seperti biasa meskipun ketika bergerak rasanya oleng dan mual. 

Sayangnya, hingga malam telinga sebelah kanan masih terasa tersumbat. Penglihatan saya pun kerap berputar bersama dengan rasa mual setiap saya bergerak yang tidak reda juga. Saya merasa kelelahan yang sangat berat hingga saya hanya bisa berbaring saja. 

Satu hal yang kemudian membuat saya tersadar bahwa ini bukan hal yang biasa adalah saat seorang teman menelpon dan saya menerima panggilannya di telinga sebelah kanan. Saya tidak mendengar apapun. Saya pikir jaringan telelpon yang bermasalah, tetapi ketika saya memindahkan hape ke sebelah kiri, suara teman saya terdengar jelas. 

sudden deafness
Pic from Pexels by Monstera 


Ada apa dengan telinga saya? Kenapa dia tiba-tiba tidak bisa mendengar? Saya mulai googling dan mendapati informasi bahwa hal ini bisa saja terjadi dan bisa kembali setelah 72 jam. Saya jadi agak tenang sedikit. Bukan apa-apa, saya sebenarnya agak malas berinteraksi dengan dokter dan rumah sakit, apalagi dokter spesialis. 

Ternyata keesokan harinya, saya mulai tidak kuat dan makin merasa tidak nyaman. Mau tidak mau saya harus ke dokter THT. Ini tidak mungkin kemasukan air. Jika pun ada sesuatu yang masuk ke dalam lubang telinga, pada dokter THT lah saya harus memeriksakannya. 

Permasalahannya ternyata tidak sesederhana yang saya kira. 

Sudden Deafness Darurat Medis 


Setelah melewati serangkain pemeriksaan dengan garpu tala, diketahui telinga sebelah kanan sama sekali tidak bisa mendengar bunyi dari frekuensi tertinggi hingga terendah yang bisa didengar oleh manusia. Tidak hanya suara, tetapi juga getaran. Seperti mati rasa. Suara hanya terdengar pada telinga sebelah kiri. 

Lucunya, ketika headphone sebelah kiri dimatikan dan suara hanya terdengar untuk bagian kanan, saya masih bisa mendengarnya. Suara terinterferensi atau beresonansi ke telinga sebelah melalui tulang belakang telinga. Masya Allah, sungguh Allah SWT Maha Membuat segala sesuatu.  

Intinya saat itu saya didiagnosa oleh dokter mengalami Sudden Deafness atau lebih kerennya Sudden sensorineural (“inner ear”) hearing loss (SSHL). Kehilangan pendengaran. secara tiba-tiba. Kehilangan pendengaran yang cepat dan tidak dapat dijelaskan baik penyebabnya. SSHL ini terjadi karena ada yang tidak beres dengan organ sensorik telinga bagian dalam dan sering hanya mempengaruhi satu telinga. 

Cause of Sudden Deafness
pic from Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, Hokuto Hospital, Obihiro, Hokkaido, Japan


Menurut Dokter yang menangani saya di hari ke dua sejak kejadian,  SSHL ini semacam stroke ringan terjadi sebagai akibat dari kerusakan fungsi koklea terutama karena masalah aliran darah di telinga bagian dalam. Bisa jadi karena tekanan darah tinggi, kolesterol bahkan gula darah. 

Pada kasusku, Tekanan darah biasanya di 100 - 110 / 90, kolesterol dibawah 250, asam urat di bawah 5 dan gula darah normal. Tapi memang saat itu sedang ada masalah yang sangat berat hingga semalam sebelum kejadian saya tidak bisa tidur dan akhirnya memutuskan untuk sholat tahajjud dan baru tertidur setelah waktu sholat subuh. Jadi dengan kondisi stress dan kurang tidur seperti itu, bisa jadi tekanan darah saya naik tiba-tiba atau drop tiba-tiba. Wallahua'lam. 

Aku juga sering menggunakan headphone dalam jangka lama dan volume yang cukup besar. Saat kerja, olahraga, menunggu, bahkan jika aku gak bisa tidur. Sering aku mengingatkan diri sendiri karena tahu dampak headset pada telinga, tapi aku gak pernah menganggap itu akan seserius ini. 

Saat itu saya dianjurkan oleh dokter untuk rawat inap. Panik dong, saya! Rawat inap di mata saya itu sudah seperti kejadian yang amat sangat luar biasa besar penyakitnya. Sementara saya masih memikirkan pekerjaan di kantor yang harus diselesaikan secepatnya karena penyerapan anggaran. Belum lagi boss yang sudah nelpon-nelpon bahkan ketika saya sedang diperiksa dokter. 

Pikiran tentang biaya rumah sakit,  siapa yang bakal nemenin saya di rumkit dan endebre endebre lainnya. Termasuk juga bahwa penyakit ini hanya punya chance 50:50 untuk bisa sembuh atau tuli selamanya. 

Keputusan ada di tangan saya. Salahnya, saya memutuskan untuk rawat jalan.

Dokter memberi saya obat dan dibuatkan surat keterangan untuk bed rest, tanpa hape dan tanpa laptop. Bahkan saya masih meminta nego agar dianggap WFH aja, tapi Dokter berkata,"Anda harus istirahat. Lupakan sejenak pekerjaan, seberapa pentingnya pun itu." Dokter hanya menginformasikan bahwa jika saya rawat inap, maka obat-obatannya akan diinjeksi melalu infus. 

Jika saja diinformasikan bed rest ini penting bagi penderita Sudden Deafness karena tidak boleh mengalami gejolak mental dan karenanya aku terkena stroke di telinga maka sarafku melemah, pasti saat itu juga aku akan langsung ke rumah sakit untuk rawat inap. Hal kedua yang saat itu aku benar-benar kepikiran adalah di ini keadaan gawat darurat, jika masuk IGD bisa langsung ditangani dengan BPJS Kesehatan tanpa harus dapat rujukan dari Faskes pertama. 

Sudden Hearing Loss Darurat Medis



Yeah, silly me! 

Meniere, Penyebab Sudden Deafness yang Menimpaku 


Melihat dari kondisiku yang vertigo, mual, muntah, telinga terasa penuh dan telinga berdenging terus menerus, penyebab Sudden Deafness ini adalah Meniere. Apa pula Meniere itu? Ini adalah kelainan pada telinga bagian dalam yang menimbulkan gejala berupa pusing berputar (vertigo), telinga berdenging (tinnitus), tuli yang hilang timbul, dan tekanan pada telinga bagian dalam. 

Pada penderita penyakit Meniere, terjadi kelainan pada cairan endolimfa, sehingga menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan. Nah, makanya aku merasa oleng di hari kejadian. 

Meniere Disease
sumber : idnmedis.com

Panik? Ya panik dong! Sepulang dari pemeriksaan dokter, saya masih harus ke kantor, menjelaskan ini itu, dan mendelegasi pekerjaan. Ternyata gak semua orang menganggap ini serius. Aku masih diminta masuk kantor dong! "setidaknya dua hari saja dulu, abis itu terserah kamu mau bed rest berapa lama,"katanya. 

Saat itu, harusnya aku sudah mulai mikir,"Ayo, kita rawat inap aja! Gak bakal dianggap serius penyakit lu ini kalau kamu minta rawat jalan saja."

Tapi waktu itu aku lagi-lagi gak kepikiran itu. Satu-satunya yang kupikirkan, aku mau pulang ke rumah. Pengen baring, aku pusing. Telingaku berdenging, kepalaku nyeri. Aku penat! I just wanna lay down. 

Hati- Hati Menebus Resep di Apotik 


Sepulang dari kantor aku langsung menebus resep obat di salah satu apotik terkenal seluruh Indonesia (Sebut aja Kimia Farma cabang Urip Sumiharjo) dan petugasnya dengan santainya mengganti dua macam vitamin dengan produk yang sedang mereka promosikan. Malah obat vertigo ku dikatakan,"Ini obat pusing biasa kok, bu. Kami sedang gak ada stok. Gak ada juga gak apa-apa."  Eh, yang bener aja! Tapi aku sudah terlalu lelah dan kepalaku makin berat jadi akhirnya aku pulang. 

Di rumah saya mual dan muntah hebat. Harusnya saat itu saya sudah sudah ke IGD. Tapi tak terpikiran sama sekali. Jangan tanya orang rumah, mereka pikir saya masuk angin. Saya pun sama sekali tidak punya tenaga apalagi kepikiran untuk ke IGD. Aku malah sibuk nelponin Apotik Kimia Farma, menuntut ganti obat sesuai resep dokter. Bener-bener deh, tuh sales obat ya! Alasannya,"Ini lagi promo bu. Produknya lebih bagus. Dosisnya juga langsung 400 mg, jadi minum sekali aja tiap hari! Kami juga gak enak kalau pasien minum banyak obat berkali-kali."

Alasan macam apa itu! Kamu bukannya prihatin sama kondisi pasien! Saudara hanya mau meningkatkan penjualan produk tertentu aja yang sejenis. Kalau Dokter gue nulis resepya "A dosis sekian" ya jangan diganti dengan produk "B dosis sekian'. Selama 15 menit, aku masih punya energi untuk 'educated' tuh sales obat (aku mau nyebut dia petugas apotek). Dia pikir ini penyakit ringan apa? 

Thinking back, it should be a sign : KAMU HARUS KE IGD, VIT! 

>> To be Continued on Next Post. 

Tinggalkan komentar jika kamu pengen tahu lebih banyak tentang SSHL/Sudden Deafness ini, ya! 
Postingan Lama Beranda

Featured Post

Live My Way, Traveling Ke Waerebo Cara Aku Bareng Traveloka

Sejak tahun 2022, keinginan pengen traveling mulai bergejolak. Maklum, dua tahun dengan banyak aturan dan batas-batas yang tidak boleh dilan...

ABOUT ME

I could look back at my life and get a good story out of it. It's a picture of somebody trying to figure things out.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Trend Rumah Bergaya Villa, Hunian dan Investasi di Tengah Kota
  • Pengalaman Umroh 2022 Setelah Pandemi ( Part 2 )
  • Pengalaman Umroh di Tahun 2022
  • Review Web Drama Korea :EXO Next Door
  • 3 Hal Penting dari Layanan Operator Seluler
  • Live My Way, Traveling Ke Waerebo Cara Aku Bareng Traveloka
  • Sudden Deafness Sebuah Pengalaman Hidup
  • 10 Hal yang Paling Sering Ditanyakan Tentang Daehan, Minguk, Manse - Song Triplets
  • Pegadaian, Sahabat Cerdas Investasi Masa Depan
  • Bermain dengan Reksa Dana

Categories

Review 45 Tips 42 Traveling 39 Kompetisi Blog 31 Music 29 Books 27 Technology 27 K-Drama 26 Blogging 20 Lifestyle 20 Kuliner 17 Movies 16 K-Variety Show 12 AD 11 Random Thought 11 Beauty 9 Tips Keuangan 8 English Post 7 Mari Belajar Bahasa Korea 6 Daehan Minguk Manse 5 Coffee Story 3 Giveaway 3 JDorama 2

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Arsip Blog

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template